Kamis, 08 Desember 2016

Gempa Aceh Kisah Mencekam Siti Hawa, di Antara Himpitan Lemari dan Trauma Tsunami

Banda Aceh - Hentakan gempa berkekuatan 6,5 SR membangunkan Siti Hawa (36) dari tidur lelapnya. Ayunan lempeng bumi makin kencang. Ia berusaha keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Sekonyong-konyong, sebuah lemari jatuh menimpanya.

Di tengah suasana gelap karena listrik langsung padam, Siti Hawa berusaha meraih pintu agar segera dapat keluar. Bangunan belakang rumahnya ambruk. Ia menjauh dan mencari tempat aman.

Panik? Tentu, apalagi saat tsunami 26 Desember 2004, Desa Meue Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya termasuk salah satu desa paling parah terkena dampaknya. Ingatan tentang gelombang dahsyat itu masih membekas di benaknya.

"Makanya saat gempa kami sempat lari menyelamatkan diri. Apalagi di sini dekat dengan laut," kata Hawa, Kamis (8/12/2016).

Akibat gempa 6,5 SR yang mengguncang pada Rabu (7/12) sekitar pukul 05.03 WIB kemarin, sejumlah rumah di desa tersebut rusak. Jalan yang menghubungkan antardesa retak beragam ukuran. Ada yang di tengah, dan sebagian di pinggir.

Tadi malam, Siti Hawa bersama seluruh warga Desa Meue memilih mengungsi di sebuah tempat berkonstruksi kayu. Ayunan untuk anak kecil diikat di sana. Perempuan tidur sementara laki-laki bertugas berjaga-jaga.

"Kami tidak berani nginap di rumah takut gempa susulan dan tsunami," jelas Hawa.

Menurutnya, pasca tsunami desa tempat tinggalnya memang sudah tidak diizinkan tinggal. Mereka diminta pindah ke barak pengungsian dan lokasi lain. Warga di sana tetap berkukuh ingin tinggal di sana.

"Waktu gempa kami panik. Selama ini kami tidak pernah diberikan pemahaman soal penyelamatan diri saat gempa dan tsunami," ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar