Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani tidak akan membiarkan
presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghancurkan
kesepakatan nuklir global. Presiden Rouhani memperingatkan akan ada
konsekuensi keras jika AS di bawah Trump nantinya mengingkari
kesepakatan itu.
Semasa kampanye, Trump kerap mengutarakan niatnya untuk menghapus kesepakatan nuklir Iran dengan negara-negara Barat, jika dirinya menjadi Presiden AS. Kesepakatan itu menyepakati pembatasan program nuklir Iran dan juga pencabutan sanksi untuk Iran sebagai imbalannya.
"(Trump) Ingin melakukan banyak hal, tapi tidak ada satupun dari tindakannya yang akan berpengaruh pada kita," ucap Presiden Rouhani saat berbicara di Universitas Teheran dan disiarkan langsung oleh televisi nasional Iran, seperti dilansir Reuters, Selasa (6/12/2016).
"Apakah kalian pikir dia (Trump-red) bisa menghancurkan begitu saja JCPOA (kesepakatan nuklir Rencana Aksi Menyeluruh Gabungan)? Apakah kalian pikir kita dan negara kita akan membiarkan dia melakukan itu?" tegasnya.
Dalam kampanyenya beberapa waktu lalu, Trump menyebut kesepakatan nuklir Iran sebagai 'kesepakatan terburuk yang pernah dirundingkan'. Para pengamat menilai berbagai komentar Trump itu bisa menjadi sinyal sikap AS yang lebih keras terhadap Iran, di bawah kepemimpinan Trump. Sikap AS yang keras juga bisa berarti memberikan momen bagi bangkitnya kelompok garis keras dalam politik Iran, termasuk rival-rival politik Presiden Rouhani.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah memperingatkan kemungkinan adanya perubahan dalam kesepakatan nuklir setelah komentar keras Trump pada Juni lalu. Bulan lalu, Khamenei menyebut bahwa perpanjangan sanksi pada Iran akan dipandang sebagai pelanggaran langsung terhadap kesepakatan nuklir itu.
Komentar itu terkait keputusan Kongres AS bulan lalu, untuk meloloskan aturan yang memperpanjang Undang-undang Sanksi Iran (ISA) untuk 10 tahun ke depan, demi mempermudah AS memberlakukan kembali sanksi jika Iran melanggar kesepakatan nuklir.
Aturan itu masih harus ditandatangani oleh Presiden AS Barack Obama sebelum diberlakukan. "Tidak ada keraguan bahwa Amerika Serikat adalah musuh kita. Jika Obama menandatangani ISA tapi menggunakan hak mengabaikan untuk mencegah penerapannya, tetap saja masih manyalahi kesepakatan nuklir dan kita akan menanggapinya," ucap Presiden Rouhani.
Ditambahkan Presiden Rouhani bahwa dirinya akan menghadiri rapat Dewan Pakar Iran pada Rabu (7/12) besok, untuk menentukan reaksi seperti apa yang akan diberikan Iran terhadap keputusan Kongres AS itu.
Semasa kampanye, Trump kerap mengutarakan niatnya untuk menghapus kesepakatan nuklir Iran dengan negara-negara Barat, jika dirinya menjadi Presiden AS. Kesepakatan itu menyepakati pembatasan program nuklir Iran dan juga pencabutan sanksi untuk Iran sebagai imbalannya.
"(Trump) Ingin melakukan banyak hal, tapi tidak ada satupun dari tindakannya yang akan berpengaruh pada kita," ucap Presiden Rouhani saat berbicara di Universitas Teheran dan disiarkan langsung oleh televisi nasional Iran, seperti dilansir Reuters, Selasa (6/12/2016).
"Apakah kalian pikir dia (Trump-red) bisa menghancurkan begitu saja JCPOA (kesepakatan nuklir Rencana Aksi Menyeluruh Gabungan)? Apakah kalian pikir kita dan negara kita akan membiarkan dia melakukan itu?" tegasnya.
Dalam kampanyenya beberapa waktu lalu, Trump menyebut kesepakatan nuklir Iran sebagai 'kesepakatan terburuk yang pernah dirundingkan'. Para pengamat menilai berbagai komentar Trump itu bisa menjadi sinyal sikap AS yang lebih keras terhadap Iran, di bawah kepemimpinan Trump. Sikap AS yang keras juga bisa berarti memberikan momen bagi bangkitnya kelompok garis keras dalam politik Iran, termasuk rival-rival politik Presiden Rouhani.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah memperingatkan kemungkinan adanya perubahan dalam kesepakatan nuklir setelah komentar keras Trump pada Juni lalu. Bulan lalu, Khamenei menyebut bahwa perpanjangan sanksi pada Iran akan dipandang sebagai pelanggaran langsung terhadap kesepakatan nuklir itu.
Komentar itu terkait keputusan Kongres AS bulan lalu, untuk meloloskan aturan yang memperpanjang Undang-undang Sanksi Iran (ISA) untuk 10 tahun ke depan, demi mempermudah AS memberlakukan kembali sanksi jika Iran melanggar kesepakatan nuklir.
Aturan itu masih harus ditandatangani oleh Presiden AS Barack Obama sebelum diberlakukan. "Tidak ada keraguan bahwa Amerika Serikat adalah musuh kita. Jika Obama menandatangani ISA tapi menggunakan hak mengabaikan untuk mencegah penerapannya, tetap saja masih manyalahi kesepakatan nuklir dan kita akan menanggapinya," ucap Presiden Rouhani.
Ditambahkan Presiden Rouhani bahwa dirinya akan menghadiri rapat Dewan Pakar Iran pada Rabu (7/12) besok, untuk menentukan reaksi seperti apa yang akan diberikan Iran terhadap keputusan Kongres AS itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar