Tangerang - Perjuangan Monika Anggreini menjadi kapten pilot
tidak mudah. Sempat ditolak di beberapa maskapai penerbangan, kini
Monika malah sering diminta foto bareng penumpang.
Setelah menempuh sekolah pilot di Juanda Flying School tahun 1996 dan kondisi Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. Monika melamar ke berbagai maskapai penerbangan, tak kunjung diterima. Dia melanjutkan sekolah pilot ke Avindo Angkasa Pilot School tahun 1997.
Monika kemudian menggantung sekolah lanjutan pilotnya karena sempat bekerja dua tahun di suatu maskapai kecil sebagai pengawas penerbangan, Monika akhirnya keluar karena perusahaannya kena krisis keuangan pada 1998. Tak mau menganggur, Monika melanjutkan pendidikannya ke jurusan ekonomi di Universitas Trisakti hingga menjadi sarjana ekonomi tahun 2002. Monika melanjutkan sekolah pilotnya yang sempat menggantung selama beberapa tahun.
(Baca juga: Kala Perempuan Jadi Komandan Burung Besi)
Kemudian mendaftar ke maskapai penerbangan swasta yang saat ini sudah tak beroperasi lagi hingga maskapai penerbangan pelat merah milik pemerintah. Semuanya ditolak. Diapun diterima di maskapai penerbangan Star Air hingga kemudian pindah ke AirAsia tahun 2003. Pada Oktober 2009 ternyata total jam terbannya sudah mencapai 4000 jam, sudah bisa dipromosikan untuk menjadi kapten menurut buku manual.
"Pak Dharmadi, CEO AirAsia saat itu meresmikan Allstars (karyawan AirAsia) di podium bersama perwakilan dan beberapa karyawan yang ditunjuk, termasuk aku. Kemudian Pak Dharmadi berpidato dan mengatakan, 'Saya berkeinginan Monik menjadi Kapten wanita pertama di AirAsia Indonesia ini'," jelas Monika dalam bukunya "Burung Besi Monika"
Setelah menempuh sekolah pilot di Juanda Flying School tahun 1996 dan kondisi Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. Monika melamar ke berbagai maskapai penerbangan, tak kunjung diterima. Dia melanjutkan sekolah pilot ke Avindo Angkasa Pilot School tahun 1997.
Monika kemudian menggantung sekolah lanjutan pilotnya karena sempat bekerja dua tahun di suatu maskapai kecil sebagai pengawas penerbangan, Monika akhirnya keluar karena perusahaannya kena krisis keuangan pada 1998. Tak mau menganggur, Monika melanjutkan pendidikannya ke jurusan ekonomi di Universitas Trisakti hingga menjadi sarjana ekonomi tahun 2002. Monika melanjutkan sekolah pilotnya yang sempat menggantung selama beberapa tahun.
(Baca juga: Kala Perempuan Jadi Komandan Burung Besi)
Kemudian mendaftar ke maskapai penerbangan swasta yang saat ini sudah tak beroperasi lagi hingga maskapai penerbangan pelat merah milik pemerintah. Semuanya ditolak. Diapun diterima di maskapai penerbangan Star Air hingga kemudian pindah ke AirAsia tahun 2003. Pada Oktober 2009 ternyata total jam terbannya sudah mencapai 4000 jam, sudah bisa dipromosikan untuk menjadi kapten menurut buku manual.
"Pak Dharmadi, CEO AirAsia saat itu meresmikan Allstars (karyawan AirAsia) di podium bersama perwakilan dan beberapa karyawan yang ditunjuk, termasuk aku. Kemudian Pak Dharmadi berpidato dan mengatakan, 'Saya berkeinginan Monik menjadi Kapten wanita pertama di AirAsia Indonesia ini'," jelas Monika dalam bukunya "Burung Besi Monika"
Foto: Kapten Pilot Monika Anggreini (Foto: Bartanius Dony/detikcom)
(Foto: Bartanius Dony A/detikcom) |
Pada 10 September 2010 dia mendapat email dari Chief Pilot untuk mengikuti program Captaincity. Meski sudah mendapat rekomendasi dari CEO AirAsia Indonesia, tetap saja Monika harus mengikuti serangkaian tes untuk menjadi kapten. Hasilnya, beberapa kali gagal. Tahun 2012 dia mengikuti tes wawancara dan final check Simulator Captaincity.
"Ada beberapa kendala saat terbang. Instruktur penguji menyatakan aku tidak lulus. Aku begitu kecewa terhadap diriku sendiri. Gagal di periode pertama tidak membuatku patah semangat. Dua bulan kemudian aku diberi kesempatan mengulang cek simulator di Kuala lumpur. Setelah tes tanya jawab selama 1,5 jam, hasilnya keluar. Ternyata fail. Ya Allah... Gagal lagi," tulis perempuan kelahiran 17 November 1975 ini.
Tahun 2013, Monika pun diberikan kesempatan lagi mengikuti program Captaincity hingga harus mengikuti beberapa tes hingga Mei 2014
"Simulator Captaincity dilaksanakan 15 Mei 2014. Cek selanjutnya pada Juli 2014 dengaan rute penerbangan Jakarta-Jogja-Singapura-Jogja-Jakarta.
Pada 31 Juli 2014, setelah 9 tahun bergabung di perusahaan ini, aku resmi diangkat menjadi kapten di AirAsia Indonesia. Akhirnya kepercayaan besar itu diletakkan di pundakku. Impian bapak tercapai. Anaknya akhirnya jadi kapten pilot, walaupun bapak tidak sempat melihatku seperti sekarang ini," tulis Monika.
Meski perempuan masih sedikit yang menjadi pilot di AirAsia, 10 orang dari 220-an pilot, namun tak ada perlakuan berbeda dalam pendidikan dan proses bekerja. Perlakuan istimewa malah dia terima dari para penumpang, yang kagum ada kapten pilot perempuan.
"Mereka happy, suka minta foto malah. Ada yang nunggu saya keluar, minta foto gitu," ujar Monika usai peluncuran bukunya di Gedung RedHouse AirAsia, Jl Marsekal Suryadarma, Tangerang, Banten, Selasa (8/11/2016) ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar