"Mau diselidiki lagi, kemana larinya. Kan ada TPPU-nya juga nanti kita coba kenakan," ujar Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Rudy Herianto Adi Nugroho kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (31/10/2016).
(Baca juga: Begini Modus Penipuan Rp 96 M oleh Anggota DPR Indra Simatupang)
Foto: (Mei/detikcom)
|
Rudy mensinyalir, dana hasil penipuan digunakan oleh Indra untuk kepentingan pribadinya.
"Ada sih, tapi ini kan masih penyelidikan. Kalau TPPU kan pengembangan nanti," kata Rudy saat ditanya apakah ada dana hasil kejahatan digunakan Indra untuk membeli aset atau lainnya.
Di samping itu, penyidik juga sudah mendapatkan informasi dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana di rekening Indra.
"Informasi sudah ada dari PPATK tapi belum bisa kita sampaikan," ungkapnya.
Hanya saja, Rudy belum bisa memerinci berapa besar dana yang tersimpan di rekening Indra tersebut.
"Yang jelas kita sudah pernah dapat laporan ada sejumlah uang di rekening dia, ya menurut saya banyak lah," kata Rudy.
Indra diduga mulai melakukan penipuan terhadap para korbannya sejak tahun 2013 atau sebelum ia menjadi anggota dewan. Setelah dirinya menjadi anggota dewan pada tahun 2014, kerja sama berbentuk investasi tersebut dilanjutkan ayahnya.
Selain Indra, polisi juga menetapkan ayah Indra Muwardy Simatupang dan Suyoko sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Namun Muwardy dan Suyoko belum ditahan.
Indra diduga melakukan penipuan dengan mengajak korban berbisnis jual beli minyak inti kelapa sawit (kernel) dan minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) pada tahun 2013.
Foto: Indra Simatupang (Sumber: DPR.go.id)
Indra Simatupang |
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan sebelumnya menyebut Indra mengaku membeli kernel dan CPU dari PTPN V, Riau dan PTPN VII, Lampung.
"Menurut pengakuannya, kernel dan CPO dari PTPN tersebut dijual ke PT Sinar Jay dan PT Wilmar, namun PTPN sendiri menyatakan tidak pernah ada jual-beli tersebut," kata Hendy, Kamis (27/10).
Hendy mengatakan, tersangka bersama ayahnya diduga membuat surat perjanjian investasi tersebut secara fiktif. Indra kemudian menjanjikan keuntungan 10 persen dari modal yang dikeluarkan dalam waktu 30 hari.
Total ada 8 buah perjanjian yang selalu diputar ulang oleh tersangka, di mana keuntungan diberikan namun modal tidak dikembalikan dengan alasan untuk pembelian slot selanjutnya.
"Namun faktanya tidak pernah ada jual-beli tersebut," tegas AKBP Hendy.