Jakarta - Hakim konstitusi Patrialis Akbar mengaku kaget dengar
keterangan ahli dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Pasalnya dalam
paparan ahli menjelaskan agama, namun pandangan akhirnya bertolak
belakang.
Patrialis memberikan apresiasi terhadap paparan ahli dari Budhy Murnawar Rachman yang berbicara tentang fitrah manusia. Salahnya dengan menggambarkan kehidupan nabi adam yang dihukum karena perbuatannya.
"Betapa beratnya dan kita tidak main-main hukum ditentukan Allah, jadi itu tidak ikut perintah dan langgar larangannya itu sudah luar biasa. Yang kedua contoh pada kaum jaman Nabi Luth, bahkan itu lebih dahsyat lagi hukuman yang diberikan Allah. Negerinya dibinasakan, mahluknya dibinasakan kecuali Nabi Luth dan orang -orang tertentu," ujar hakim Patrialis dalam persidangan LGBT di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (25/11/2016).
"Bahkan istri Nabi Luth yang bukan LGBT dihancurkan karena fasiltasi membantu , bahkan ulama yang diam pun hancurkan," sambung Patrialis.
Patrialis mengingatkan pertanggung jawaban keterangan ahli yang cenderung memberikan perlindungan pada kelompok tersebut.
"Jadi Munawar Rachman saya minta agak lebih hati-hati, agak lebih hati-hati. Karena orang yang bantu persoalan LGBT pun dicontohkan telah dapat hukuman di negerinya," cetus Patrialis.
Patrialis meminta agar kedua kisah itu dapat jadi contoh dan hikmah yang dapat dipetik intisarinya. Selain itu dijelaskan juga antara mediasi dan legitimasi selalu berjalan selaras
"Karena dari proses mediasi yang gagal tentu kita akan masuk one step more dan tadi kuasa hukum pemohon sudah bicarakan hal itu. Bagaimana halnya, kalau ternyata situasi dan kondisi itu justru betul-betul menjadi ancaman kemulian, kesucian nilai moral agama dan ketertiban. Sebab suasana yang terjadi di masyarakat itu kalau itu tidak tegas dilakukan suatu tindakan maka kan terjadi kekacauan luar biasa karena mereka tidak takut hukum," papar Patrialis.
Patrialis mengatakan bahkan dari dulu Belanda saja sudah membuat UU ini, untuk melindungi warga negaranya.
"Bahkan kita Indonesia, apalagi ini bisa ancam persoalaan keamanan, ketertiban masyarakat, karena akan lebih sadis lagi. Saya senang cara bepikirnya cuma endingnya saya agak kaget begitu," pungkasnya.
Sidang itu digelar atas permohonan pemohon guru besar IPB Bogor, Euis Sunarti. Selain Euis, juga ikut memohon akademisi lainnya yaitu Rita Hendrawaty Soebagio SpPsi MSi, Dr Dinar Dewi Kania, Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya SS MA, Dr Sabriaty Aziz. Ada juga Fithra Faisal Hastiadi SE MA MSc PhD, Dr Tiar Anwar Bachtiar SS MHum, Sri Vira Chandra D SS MA, Qurrata Ayuni SH, Akmal ST MPdI dan Dhona El Furqon SHI MH.
Mereka memohon pasal-pasal asusila dalam KUHP yaitu:
1. Pasal 292 KUHP berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Dalam hazanah akademik, pasal di atas dikenal dengan pasal homoseksual dengan anak-anak. Tapi Menurut Euis dkk, pasal itu seharusnya juga berlaku untuk 'korban' yang sudah dewasa. Sehingga pemohon meminta pasal itu berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Pasal 284 ayat 1 KUHP, yang berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
Euis meminta pasal yang dikenal dengan 'pasal kumpul kebo' itu diubah menjadi lebih luas, yaitu setiap hubungan seks yang dilakukan di luar lembaga perkawinan haruslah dipidana. Sehingga berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
3. Pasal 285 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Euis dkk meminta pasal pemerkosaan tidak hanya berlaku kepada lelaki atas perempuan, tetapi juga lelaki terhadap lelaki atau perempuan terhadap perempuan. Sehingga pasal itu berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sidang ke-15 dipimpin oleh Anwar Usman. Sidang menghadirkan dua ahli dan akan dilanjutkan pekan depan untuk sidang ke-16.
Patrialis memberikan apresiasi terhadap paparan ahli dari Budhy Murnawar Rachman yang berbicara tentang fitrah manusia. Salahnya dengan menggambarkan kehidupan nabi adam yang dihukum karena perbuatannya.
"Betapa beratnya dan kita tidak main-main hukum ditentukan Allah, jadi itu tidak ikut perintah dan langgar larangannya itu sudah luar biasa. Yang kedua contoh pada kaum jaman Nabi Luth, bahkan itu lebih dahsyat lagi hukuman yang diberikan Allah. Negerinya dibinasakan, mahluknya dibinasakan kecuali Nabi Luth dan orang -orang tertentu," ujar hakim Patrialis dalam persidangan LGBT di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (25/11/2016).
"Bahkan istri Nabi Luth yang bukan LGBT dihancurkan karena fasiltasi membantu , bahkan ulama yang diam pun hancurkan," sambung Patrialis.
Patrialis mengingatkan pertanggung jawaban keterangan ahli yang cenderung memberikan perlindungan pada kelompok tersebut.
"Jadi Munawar Rachman saya minta agak lebih hati-hati, agak lebih hati-hati. Karena orang yang bantu persoalan LGBT pun dicontohkan telah dapat hukuman di negerinya," cetus Patrialis.
Patrialis meminta agar kedua kisah itu dapat jadi contoh dan hikmah yang dapat dipetik intisarinya. Selain itu dijelaskan juga antara mediasi dan legitimasi selalu berjalan selaras
"Karena dari proses mediasi yang gagal tentu kita akan masuk one step more dan tadi kuasa hukum pemohon sudah bicarakan hal itu. Bagaimana halnya, kalau ternyata situasi dan kondisi itu justru betul-betul menjadi ancaman kemulian, kesucian nilai moral agama dan ketertiban. Sebab suasana yang terjadi di masyarakat itu kalau itu tidak tegas dilakukan suatu tindakan maka kan terjadi kekacauan luar biasa karena mereka tidak takut hukum," papar Patrialis.
Patrialis mengatakan bahkan dari dulu Belanda saja sudah membuat UU ini, untuk melindungi warga negaranya.
"Bahkan kita Indonesia, apalagi ini bisa ancam persoalaan keamanan, ketertiban masyarakat, karena akan lebih sadis lagi. Saya senang cara bepikirnya cuma endingnya saya agak kaget begitu," pungkasnya.
Sidang itu digelar atas permohonan pemohon guru besar IPB Bogor, Euis Sunarti. Selain Euis, juga ikut memohon akademisi lainnya yaitu Rita Hendrawaty Soebagio SpPsi MSi, Dr Dinar Dewi Kania, Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya SS MA, Dr Sabriaty Aziz. Ada juga Fithra Faisal Hastiadi SE MA MSc PhD, Dr Tiar Anwar Bachtiar SS MHum, Sri Vira Chandra D SS MA, Qurrata Ayuni SH, Akmal ST MPdI dan Dhona El Furqon SHI MH.
Mereka memohon pasal-pasal asusila dalam KUHP yaitu:
1. Pasal 292 KUHP berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Dalam hazanah akademik, pasal di atas dikenal dengan pasal homoseksual dengan anak-anak. Tapi Menurut Euis dkk, pasal itu seharusnya juga berlaku untuk 'korban' yang sudah dewasa. Sehingga pemohon meminta pasal itu berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Pasal 284 ayat 1 KUHP, yang berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
Euis meminta pasal yang dikenal dengan 'pasal kumpul kebo' itu diubah menjadi lebih luas, yaitu setiap hubungan seks yang dilakukan di luar lembaga perkawinan haruslah dipidana. Sehingga berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
3. Pasal 285 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Euis dkk meminta pasal pemerkosaan tidak hanya berlaku kepada lelaki atas perempuan, tetapi juga lelaki terhadap lelaki atau perempuan terhadap perempuan. Sehingga pasal itu berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sidang ke-15 dipimpin oleh Anwar Usman. Sidang menghadirkan dua ahli dan akan dilanjutkan pekan depan untuk sidang ke-16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar