Rabu, 30 November 2016

Nasib Tragis Chapecoense, Leicester-nya Brasil

Chapeco - Chapecoense sungguh sedang dalam antusiasme besar menatap peluang meraih prestasi tertingginya. Sampai kemudian kecelakaan pesawat mengakhiri mimpi tersebut.

Chapecoense bukanlah tim besar di Brasil. Baru berdiri di 1973, tim kota Chapeco ini belum punya sejarah besar di kancah persepakbolaan Brasil.

Mereka cuma butuh empat tahun untuk memenangi trofi pertama, yakni gelar juara negara bagian. Trofi itu pada prosesnya dimenangi lagi pada 1996, 2007, 2011, dan 2016. Tapi di level nasional, Chapecoense butuh perjuangan keras.

Setelah menghabiskan sebagian besar waktu di divisi bawah, Chapecoense untuk kali pertama sejak 1979 tampil di Serie A --level teratas kompetisi-- pada 2014. Sejak saat itu mereka berhasil bertahan di puncak piramida sepakbola Brasil tersebut.

Musim ini, tim yang dijuluki Verdao atau 'Si Hijau yang Besar' tersebut berpeluang mencapai posisi terbaiknya di level teratas. Dengan satu laga tersisa, Chapecoense kini menempati urutan sembilan Serie A.

Tapi bukan kiprah di liga yang membuat Chapecoense menyita perhatian, melainkan di kompetisi kontinental. Di musim 2015 lalu, mereka berhasil mencapai perempatfinal Copa Sudamericana sebelum kemudian disingkirkan raksasa Argentina, River Plate.

Nah, laju mereka semakin impresif musim ini dengan berhasil mencapai final dan akan menghadapi Atletico Nacional. Mereka sudah menyingkirkan tim-tim yang relatif lebih diunggulkan seperti Cuiaba, Independiente, Junior, dan San Lorenzo.

Kiprah skuat besutan Caio Junior itu kemudian mengingatkan publik Amerika Selatan, khususnya Brasil, akan Leicester City. Mereka dinilai bisa meniru keberhasilan Leicester menebar kejutan dengan menjuarai Premier League musim lalu.

Chapecoense punya latar belakang yang kurang lebih sama, tim kecil yang tak dijagokan. Bahkan untuk sekadar menggelar final leg II Copa Sudamericana saja, Chapecoense harus 'mengungsi' ke Curitiba karena stadion mereka, Arena Conda, terlalu kecil dan dianggap tak memenuhi syarat.

Dan julukan Leicester-nya Brasil pun disambut dengan senang hati oleh Caio.

"Tim kami sungguh mengingatkan saya dengan Leicester, sebuah tim dari kota yang tak diunggulkan, namun mampu memenangi sebuah titel penting," ujarnya seperti dikutip Guardian.

"Saya mau membuat sebuah tanda musim ini dengan klub ini, dengan kumpulan pemain ini," ucapnya pada September lalu.

Tinggal satu tahap lagi bagi Chapecoense untuk mengikuti jejak Leicester mewujudkan mimpi terbaik mereka. Tapi di pegunungan Medellin, Senin (28/11/2016) malam waktu Kolombia, mimpi-mimpi itu pudar, kala pesawat yang mereka tumpangi terjatuh dan membuat sebagian besar anggota skuat meninggal dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar