Naypyidaw - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dikritik terkait penanganan pemerintah terhadap krisis di Rakhine. Daerah tersebut mempunyai warga yang mayoritasnya Muslim.
Dilansir Reuters, Selasa (1/11/2016), tentara telah menutup akses bagi pemberi bantuan ke daerah tersebut. Selain itu mereka juga dituduh memerkosa dan membunuh warga sipil.
Operasi militer telah memperburuk ketegangan pemerintahan Suu Kyi yang sudah berjalan setengah tahun. Tentara diketahui telah memerintah negara itu selama puluhan tahun. Tentara juga bertanggung jawab atas kontrol keamanan.
"Kurangnya pengawasan angkatan bersenjata oleh pemerintah telah mengabaikan adanya dugaan pelanggaran. Pelanggaran itu terjadi selama lebih dari 10 hari," kata seorang pejabat senior sipil.
Kemudian, pemerintah mengatakan lima tentara dan sedikitnya 33 gerilyawan tewas dalam bentorkan dengan warga Rakhine. Suu Kyi yang mantan tahanan politik dan juga peraih Nobel Perdamaian ini, banyak dikritik karena tidak berbuat banyak untuk membantu penderitaan warga Rohingya di Rakhine.
Pemerintah Myanmar sendiri dianggap mengabaikan warga Rohingya yang hingga kini tidak diakui sebagai warga negara. Sekitar 125 ribu warga Rohingya masih menghuni kamp pengungsian sementara, setelah gelombang aksi kekerasan melibatkan warga Buddha dan Muslim tahun 2012 lalu.
Lebih dari 100 orang tewas dalam konflik itu. Warga Rohingya sendiri selalu menjadi sasaran penganiayaan dan dipandang sebagai imigran ilegal asal Bangladesh oleh warga Myanmar yang sebagian besar penganut Buddha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar