Bogor - Genderang nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk paket reformasi hukum dimulai dengan pemberantasan pungli dan pelayanan publik. Dalam hitungan hari, Jokowi akan membuat paket kedua dalam sektor hukum lainnya. Langkah Jokowi itu dinilai sebuah lompatan luar biasa bagi seorang presiden.
"Ini pekerjaan raksasa," kata Prof Dr Sunaryati Hartono.
Hal itu disampaikan dalam focus group discussion 'Penyusunan Program dan Strategi Reformasi Regulasi dalam Rangka Memperkuat Substansi dan Operasionalisasi UU Nomor 12 Tahun 2011' yang digelar di Hotel Rancamaya, Bogor, Rabu (26/10/2018).
Hadir dalam pertemuan itu antara lain Prof Dr Barda Nawawi, Bagir Manan, Dr Harjono, Prof Hibnu Nugroho, Prof Herowati Poesoko, Prof Widodo Ekatjahjana, Dr Susi Dwi Harijanti, Dr Asep Rahmat Fajar, Prof Dr Benny Riyanto, Prof Budiman Ginting, Prof Enny Nurbaningsih, Dr Triana Ohoiwutun, Dr Yenti Garnasih dan Prof Yohanes Usfunan. Adapun dari pemerintah hadir Menkum HAM Yasonna Laoly yang memimpin langsung FGD dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki.
Sunaryati menyatakan selama 71 tahun Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki hukum nasional. Hukum yang ada masih merupakan warisan penjajah kolonial Belanda.
"Yang direvisi dan tambahan di sana-sini," ujar pakar hukum yang telah menginjak usia kepala 8 itu.
Sunaryati mencontohkan dalam kasus perdata, hukum Indonesia masih memakai hukum perdata Belanda. Seperti syarat sahnya perjanjian yang harus mensyaratkan adanya kesepakatan dan pertemuan. Tapi dalam dunia digital sekarang ini, transaksi bisnis bisa dilakukan di dunia maya tanpa perlu pembeli dan konsumen harus bertemu.
"Setiap pekerjaan besar harus dengan langkah besar bersama. Kita negara merdeka tapi masih memakai hukum warisan Belanda," ujar Sunaryati.
Dalam pembenahan ini, Sunaryati menegaskan Jokowi tidak perlu membentuk lembaga ad hoc, tetapi cukup memberdayakan lembaga yang sudah ada.
"Kita sudah banyak lembaga ad hoc, lembaga ad hoc itu lembaga sementara. Kalau kebanyakan lembaga ad hoc, jangan-jangan nanti kita jadi negara sementara," ucap Sunaryati yang disambut tawa peserta FGD.
Oleh sebab itu, komitmen Jokowi menjadi langkah penting dalam pembangunan hukum Indonesia, bukan hanya masalah regulasi hukum. Bagi Sunaryati, sebagai negara hukum, maka yang dijadikan prinsip yaitu goverment of law, bukan goverment by law.
"Selamat atas keputusan untuk menata hukum lebih baik, tapi jangan hanya dijadikan proyek," ucap Sunaryati mewangi-wanti.
Yasonna dalam kesempatan tersebut mengakui bila pekerjaan pembenahan hukum tidak mudah. Tapi pemerintah berjanji untuk berkomitmen membangun hukum nasional.
"Ini memang butuh langkah revolusioner," cetus Yasonna.
FGD selesai jelang tengah malam dan akan dilanjutkan besok pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar